Mengenal Lebih Dekat Suriah

pengungsi suriah, suriah bergejolak, perang suriah, anak-anak suria, suriah berdarah, indahnya suriah

Suriah  adalah sebuah negeri yang memiliki catatan sejarah paling penting perjalanan hidup manusia. Di negeri inilah disinyalir awal kehidupan anak manusia dimulai, Suriah menjadi saksi kehidupan Nabi Adam AS. dan keluarganya. Negri ini berada di kawasan Timur Tengah dan termasuk wilayah bulan sabit. Wilayah yang terkenal sering terjadi gejolak sosial dan politik di muka bumi ini. Negri ini memiliki luas wilayah 185.180 Km persegi, sebagian besar wilayah daratan dan hanya memiliki wilayah perairan 1.130 Km persegi.
Suriah negri yang berbentuk republik ini memiliki musim Mediteranian. Mengalami musim kemarau yang panjang mulai bulan Maret sampai Oktober. Bila musim kemarau tiba maka hujan pun sangat jarang turun. Puncak kemarau terjadi pada bulan juli dan Agustus, suhunya bisa mencapai 48 derajat. Suriah merupakan negara tetangga Turki yang berbatasan di sebelah Utara. Di bagian selatan berbatasan dengan Yordania, berbatasan dengan Libanon di sebelah Barat dan berbatasan dengan Irak di bagian Timur.  Suriah beruntung mendapatkan bagian dari keindahan pantai Laut Tengah. Memiliki garis pantai sepanjang 193 Km dan territorial laut 12 Km.
Negara yang beribu kota  di Damaskus ini terbagi ke dalam 14 propinsi yang terbagi dalam tiga daerah, yaitu :
1. Propinsi- propinsi selatan : Damaskus, Sweida, Dara dan Quneitra.
2. Propinsi-propinsi Tengah-Barat : Homs, Hama, Tatrus, Latakia, Idleb.
3. Propinsi-propinsi Utara-timur : Aleppo, Raqqo, Deir, Al-Zoor, Hasakeh.
Suriah merupakan kota tertua di dunia yang pernah ditaklukan oleh kerajaan-kerajaan besar pada zamannya. Diantara kerajaan-kerajaan yang pernah menaklukan negri ini adalah Aramea, Parsi, Babylon, Rom, Ummayah, Abbasiyah, Fatimiah, Ayubbiah, Mamluk, Mongol dan Utsmaniyah.
Negri ini memiliki sejarah yang panjang dan berliku, berkali-kali dikuasai oleh bangsa asing. Pada tahun 1517 Suriah masuk dalam kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Dibawah kekuasaan Turki Utsmaniyyah rakyat negri ini dapat hidup dengan tenang dan damai. Selepas Kekhalifahan Turki dijatuhkan, negara-negara yang berada di bawah kekuasaannya jatuh dalam penjajahan bangsa barat. Suriah sendiri sejak tahun 1920 dijajah oleh Perancis. Di bawah kekuasaan Perancis ini Suriah mengalami kekacauan dan penindasan, Perancis membelah kawasan Suriah dengan memisahkan Libanon dari Syria.
Rakyat Suriah tidak tinggal diam dan terus melakukan perlawanan terhadap Perancis, perlawanan tersebut berbuah penindasan yang biadad, Ribuan rakyat Suriah menjadi korban kebrutalan Perancis. Pada tahun 1946 perjuangan rakyat Suriah membuahkan hasil, Suriah berhasil meraih kemerdekaannya. Namun Perancis sengaja menanam bom waktu di Suriah, dengan cara mengangkat pemerintahan dari kelompok Syiah. Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan pada kelompok Islam Sunni yang jumlahnya mayoritas.
Rakyat Suriah menghadapi cobaan sangat berat ketika naik ke puncak pimpinan Hafez Al- Assad. Rejim ini memerintah Suriah dengan cara diktator, sehingga menimbulkan pergolakan yang tiada henti.  Peristiwa paling mengerikan yang dilakukan rezim ini adalah pembunuhan massal yang dilakukan di kota Hama. Tidak kurang dari 40.000 umat Islam yang meregang nyawa dibantai selama 27 hari.

Mengharukan, Perjuangan Sopir Truk Menghantarkan Anak-anaknya Menjadi Guru

kisah sopir truk, cerita sopir, kerja sopir

Pekerjaan sopir truk bukanlah pekerjaan yang berlimpah materi. Sopir truk sering dicap  ugal-ugalan di jalan dan sering dimusuhi pengguna jalan. Namun, sosok sopir truk satu ini sangat luar biasa. Dalam kesederhanaan penampilannya menyimpan cita-cita yang luar biasa. Ia ingin anak-anaknya menjadi guru, mengabdi pada masyarakat. Cita-cita yang terlampau tinggi bagi seorang sopir truk. Tapi kerja keras dan keyakinannya yang teguh menghantarkannya meraih cita-cita mulia itu. Bagaimana kisah mengharu biru dari bapak bersahaja ini? Yuk, ikuti ceritanya.
“Apa yang bisa kamu berikan untuk bangsa ini?”
Suara serak itu langsung saya dengar, bukan suara Bung Karno tentunya. Tapi suara laki-laki sederhana di depan saya, Bapak. Bapak keberatan ketika saya izin untuk pindah kerja ke sekolah yang berada di kota besar dengan gaji yang jauh lebih besar dan fasilitas yang sangat modern. Untuk menjadi guru di sekolah itu, harus melalui seleksi yang sangat ketat. Beruntung saya tidak perlu mengikuti seleksi dan langsung dipersilakan mengajar, karena menggantikan seorang teman yang pindah ke luar daerah.
“Pak…saya ingin punya mengalaman mengajar di kota besar, di sekolah yang modern,“ saya berusaha membujuk  bapak agar mendapatkan izin.
“Apa bedanya mengajar di sini dengan di kota?” tanya bapak sambil menyeruput kopi kental kesukaannya.
“Ya jelas beda Pak, di sana sarananya lengkap dan muridnya pun berbeda.”
Bapak manggut-manggut sambil memandangku, kemudian beliau membetulkan posisi duduknya. Bapak memandangku, lalu tersenyum.
“Bapak jadi ingat waktu kamu masih kecil, setiap ditanya mau jadi apa kalau sudah besar? Jawabannya hanya satu, ingin jadi guru,” kata bapak, kedua matanya memandang jauh ke luar jendela.
“Bapak bangga sama kamu, sangat bangga,” ucap bapak sambil menghela napas panjang.
“Guru adalah pekerjaan mulia, abdi masyarakat.”
“Di kota juga aku tetap menjadi guru…,” timpalku.
“Tapi beda, Nak, …jauh berbeda.”
 Bapak kembali memandangku. Aku mengernyitkan dahi, lalu bertanya “Apa bedanya, Pak?”
Bapak tersenyum, senyum yang khas dan menyejukkan hati. Senyum yang dipenuhi rasa cinta yang mendalam.
“Di sini, kamu lebih dibutuhkan daripada di kota. Di sini, tidak banyak orang yang mau mengabdi. Tapi di kota, banyak orang yang mau,” lanjut Bapak dengan tegas.
 Kembali saya harus berhadapan dengan prinsip Bapak yang keras, sekali tidak tetap tidak! Saat itu saya sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Bapak. Bukan hanya saya, tapi juga ibu dan kakak saya.  Mengajar di sekolah elit, tentunya saya akan mendapat gaji yang lebih besar dibandingkan mengajar di sekolah kampung dengan fasilitas yang sangat minim.
Dengan mengajar di sekolah elit, nantinya saya bisa membantu ekonomi keluarga. Saya sangat ingin membantu orang tua dengan keringat saya sendiri, karena mereka sudah susah payah menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.
“Tapi Pak…kalau saya mengajar di kota, gajinya lebih besar,” aku merajuk. Namun, Bapak tetap bersikukuh pada pendiriannya.
“Bapak menyekolahkan kalian bukan untuk cari uang. Tapi supaya kalian pintar, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat untuk masyarakat dan bangsa.”
Suara bapak terdengar lirih, tapi menusuk jantung kami. Oh bapak, laki-laki sederhana ini punya cita-cita begitu tinggi.
“Selama tangan bapak terbuka lebar, jangan khawatir masalah uang! Bapak masih bisa bekerja mencukupi kebutuhan kalian,” lanjutnya lagi.
“Mengabdilah pada bangsa dan negara, cintailah rakyat kecil yang membutuhkan pertolongan kalian! Insya Allah kalian akan mendapat kehidupan yang berkah.”
Kata-kata bapak terus terngiang di telinga saya, menggelorakan semangat saya untuk terus melangkah dengan meniti jalan sebagai guru honorer di sekolah yang sangat sederhana, di kaki gunung di daerah Ciwidey. Bangunannya sudah sangat tua, dengan dinding retak di beberapa bagian, atapnya pun bocor, sehingga kalau hujan besar kegiatan belajar dihentikan. Saya mengajar full 5 hari dengan memegang tiga mata pelajaran sekaligus, gajinya tidak sampai 100 ribu. Untuk ongkos, sering dibantu Bapak. Bahkan pemberian Bapak jauh lebih besar, anggap saja gaji tambahan katanya. Kalau sudah akhir bulan, ongkos sudah habis. Terpaksa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki kira-kira 4 km.
Di sekolah kampung ini, saya memang tidak mendapatkan gaji yang besar. Namun, saya mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga dari materi. Di sini, saya bertemu dengan orang-orang berhati malaikat, yang rela berkorban demi kecintaannya pada tanah air.
Di sekolah ini juga, saya bertemu dengan generasi muda penerus bangsa yang luar biasa. Mereka adalah murid-muridku yang senantiasa semangat belajar, walaupun dengan fasilitas belajar yang sangat minim. Di antara mereka ada yang harus menempuh perjalanan dua jam dengan berjalan kaki menuju sekolah.
Selain mengajar di sekolah, aku pun membuka bimbingan belajar gratis di rumah. Teras rumah yang lapang disulap menjadi kelas yang menyenangkan. Bapak sangat mendukung. Beliau membantu dalam menyiapkan perlengkapan yang diperlukan. Jadilah setiap sore rumah kami ramai dengan suara anak-anak yang belajar. Bapak tampak bahagia, seringkali beliau membagikan makanan ringan untuk murid-muridku.
Kisah kakak saya lebih seru lagi. Dia mendapat tugas dari Bapak untuk menjadi guru di kampung halamannya, di Cianjur selatan. Kakak hampir menangis menghadapi medan yang sangat berat. Untuk sampai ke sekolah, ia harus berjalan selama 2 jam dalam jalan setapak yang berlumpur dan mendaki. Jadilah bapak guru ini ke sekolah tanpa alas kaki, apalagi sepatu mengilap. Gajinya jauh lebih kecil dari Saya, hanya 20 ribu. Setiap minggu, kakak pulang untuk membawa bekalan makanan, karena tempat tugasnya sangat terpencil. Setiap pulang, warna kulitnya tambah tua digarang matahari.
Di tempat tugasnya, kakak dipanggil ‘juragan guru’. Di kampung tersebut, guru sangat dihargai oleh masyarakat dan dipatuhi. Setiap kakak mengeluh dan minta berhenti, bapak selalu menghibur.
“Kapan lagi kita mengabdi untuk negara? Mumpung masih muda, masih kuat, dan masih ada umur”.
Dilanjutkan dengan kisahnya di masa perjuangan dulu yang penuh heroik. Ternyata, sejak muda bapak terobsesi semua anaknya untuk menjadi guru. Dalam pandangannya, guru merupakan profesi yang sangat mulia dan pahlawan masa kini. Bapak sangat ingin anak-anaknya jadi pahlawan yang berkorban untuk tanah air, tanpa harus memanggul senjata seperti di masanya dulu.
Cita-cita bapak yang luhur sedikit banyak membentuk karakter anak-anaknya. Kami semua meniti sekolah dari jenjang paling rendah sampai jenjang tinggi dengan kesederhanaan. Jarang sekali kami punya buku paket yang harganya sangat mahal, begitu pun alat-alat sekolah lainnya. Kalau sepatu sobek, tidak perlu beli yang baru, cukup dengan menambalnya. Masih ingat dengan jelas, kami selalu dibelikan sepatu dua nomor lebih besar dari ukuran kami, supaya sepatu itu bisa lama kami pakai.
Ketika kuliah di kota besar, saya belajar mencari tambahan uang sendiri. Dengan menjual baju-baju dan membuat kerajinan tangan, hasilnya dipakai untuk membeli buku pelajaran atau biaya tambahan. Saya tidak ingin menambah beban orang tua dengan meminta biaya tambahan untuk buku dan lain sebagainya. Begitu juga dengan adik saya, dia kuliah sambil menjual makanan. Kami sangat menyadari kalau keberadaan kami di sekolah bukan untuk bersenang-senang.
Alhamdulilah, cita-cita bapak terwujud. Ketiga anaknya berhasil dihantarkannya jadi seorang guru. Dengan pengorbanan yang sangat luar biasa, kami sadar Bapak menyekolahkan kami bukan karena mampu, tapi karena memaksakan diri. Bapak hanya seorang sopir dengan gaji tidak seberapa. Setiap hari pulang larut malam dengan keringat bercucuran. Seringkali Bapak pun mendapat ejekan dari teman-temannya yang menganggap cita-citanya berlebihan.
 Adik nomor tiga mengikuti jejak kakak-kakaknya, menjadi guru juga. Bahkan, ia membuat lompatan besar. Adik mendirikan Taman Kanak-Kanak untuk kaum duafa. Dengan sarana seadanya, ia membuka sekolah yang ditujukan untuk masyarakat yang tidak mampu. Terobosan adik ini mendapat sambutan dari masyarakat luas. Muridnya semakin bertambah banyak, hingga mencapai di atas 100 orang.
Demikian kuatnya keinginan Bapak untuk menghantarkan anak-anaknya menjadi guru rupanya menjadi doa yang tiada akhir. Adik bungsu kami sejak kecil tidak mau menjadi guru. Maka ketika daftar perguruan tinggi ia mengambil jalur non-pendidikan. Tapi setelah lulus justru ia memilih menjadi guru honorer. Dan ketika ada lowongan di perusahaan besar, adik menolak karena sudah terlanjur jatuh cinta dengan profesi guru. Adik merasakan ada kenikmatan yang luar biasa ketika mengajar di kelas dan berkumpul dengan murid-muridnya. Sekali lagi saya yakin ini adalah karena doa Bapak dan Mamah yang tiada putus untuk kami.
Sayang, Bapak tidak sempat menyaksikan ini. Namun saya yakin, Bapak pasti bahagia melihat anak-anaknya menebar kebaikan bagi sesama. Terima kasih Bapak, atas segala cita dan harapannya. Semoga segala pengorbananmu tidak sia-sia. Kecintaanmu pada negeri ini akan kami warisi.

Fakta Mengerikan dari Perseteruan KD dan Aurel

pertengkaran aurel dan KD, Raul Lemos marah, kasus krisdayanti, Aurel merana

Perseteruan ibu anak antara Krisdayanti dan putri sulungnya, Aurel, terus berlangsung. Hingga saat ini belum ada tanda-tanda mereda. Konflik antara ibu dan anak ini tersebar luas berawal dari postingan Aurel di instagram. Putri dari musisi sekaligus anggota DPR Anang Hermansyah ini mencurahkan isi hatinya karena kecewa dengan ketidak hadiran sang ibu pada pesta ulang tahunnya. Seperti kita ketahui Aurel pada 29 Agustus kemarin menggelar pesta mewah ulang tahun ke-17. Menurut pengakuan Aurel, KD sapaan akrab Krisdayanti sudah diundang dari 2 bulan lalu. Bahkan penentuan tanggal pun mengikuti jadwal KD, walaupun harus mundur jauh dari tanggal lahir Aurel. Demi kehadiran KD, Aurel pun rela banyak teman-temannya yang tidak bisa datang karena di hari itu teman-temannya sudah ada acara lain. 

Mengapa Aurel memilih curhat di medsos tidak langsung saja disampaikan kepada sang ibu. Usut punya usut ternyata Aurel mengaku sudah lelah dijudge oleh haters sebagai anak durhaka. Pada saat Aurel memposting foto ulang tahunnya di bulan Ramadhan banyak hater yang membully dan menyebut Aurel sebagai anak durhaka. Haters menyangka Aurel tidak mengundang KD karena di foto tersebut tidak tampak KD. 

Krisdayanti mengaku ketidak hadirannya di acara ulang tahun Aurel karena tidak mendapat izin dari Raul Lemos, suaminya. Raul memberi sangsi kepada Aurel dan Azril untuk tidak bertemu dengan ibu kandungnya. Hal ini karena Raul tersinggung dengan postingan Azriel dua bulan lalu. 

"Laki-laki itu hobbynya otomotif, bola, musik, kerjaan. Bukan yang gila eksis di Social Media. Apalagi yang suka nyindir di Social Media kamu lelaki apa banci?"

Begitulah kicauan Azriel. Walaupun tulisan itu tidak tertulis ditujukan kepada siapa, tapi haters langsung menduga bahwa tulisan Azriel itu untuk Raul Lemos. Tuduhan itu bukan tanpa alasan, haters Raul sering mendapati Raul Lemos menyindir Anang di IG maupun twitter. Bahkan ketika KD menggelar konser tunggal, Anang Hermansyah yang tidak tahu apa-apa kerap disindir Raul. Haters berhasil memanas-manasi Raul sampai akhirnya marah dan melarang KD bertemu dengan anak-anaknya.

Menurut pengakuan Krisdayanti, dirinya pun kerap sedih dan kecewa mendapati wujudnya tak pernah diposting dalam IG Aurel dan Azriel. Awalnya KD tidak ambil pusing, tapi komentar haters yang terus menyudutkannya, KD pun termakan juga.

Betapa dari perseteruan ini, kehadiran haters sangat mempengaruhi. Komentar haters membuat Raul marah, Aurel meradang, Krisdayanti tersudutkan, dan Azriel nelangsa. Sebagai selebritis dan keluarga selebritis mereka memang seharusnya kuat mental menghadapi omongan haters. Di era Social Media sekarang ini haters akan memasuki kehidupan selebritis, suka ataupun tidak. Tapi kita jangan lupa, mereka juga manusia. Pastinya ada di satu titik mereka sedang tidak mood dan mudah terpancing emosi karena toh mereka pun manusia biasa. Menjaga jari dari ungkapan yang tidak rasanya lebih bijaksana. Jangan sampai jemari kita ikut andil dalam merusak keluarga orang lain.