Buah
pala, bukanlah hal yang asing bagi ibu rumah tangga. Sebagian masakan
menggunakan buah pala sebagai rempah. Dalam sebuah diskusi dengan ibu-ibu
muncul pertanyaan, apakah buah pala termasuk yang dilarang dikonsumsi alias
haram? Ternyata ada yang menjawab bahwa buah pala dilarang untuk dikonsumsi.
Pohon pala sudah dikenal sejak jaman dahulu kala dan buahnya pun telah lama
digunakan sebagai salah satu bumbu rempah untuk menambah aroma dan citarasa
masakan.
Bangsa Mesir kuno juga menggunakan pala
sebagai obat sakit perut dan untuk mengeluarkan angin. Pohon pala mampu tumbuh
hingga mencapai ketinggian sekitar 10 meter dan selalu berdaun hijau. Buahnya
memiliki bentuk mirip seperti buah pir, namun ketika sudah matang, buah
tersebut akan diselimuti oleh cangkang/kulit yang keras dan inilah yang
dikatakan buah pala. Pohon ini tumbuh di daerah tropis seperti India, Indonesia
dan Sri Lanka.
Pengaruh
(efek) yang dihasilkan buah ini ialah seperti halnya pengaruh ganja. Jika
dikonsumsi dalam jumlah besar maka seseorang akan mengalami gangguan pada
pendengarannya (berdenging), sembelit, kesulitan untuk buang air kecil,
diliputi kecemasan dan tegang (mengalami stress), terganggunya sistem syaraf
pusat, dan bahkan mampu menyebabkan kematian. Adapun berkenaan dengan hukumnya,
maka para ulama berbeda pendapat dan terbagi kepada dua pendapat: Jumhur
(mayoritas) ulama berpendapat haramnya menggunakan buah pala baik dalam jumlah
sedikit maupun banyak. Sedangkan ulama yang lain berpendapat bolehnya menggunakan
buah pala dalam jumlah sedikit bila dicampurkan dengan bahan-bahan yang lain.
Ibnu
Hajar al-Haytami (wafat 974 H) berpendapat: Ketika terjadi perselisihan antara
ulama Haramain (Mekah dan Madinah) dan ulama Mesir mengenai kehalalan dan
keharaman buah pala, maka muncul pertanyaan: adakah di antara para imam atau
para pengikutnya yang menyatakan haramnya mengonsumsi buah pala? Dan jawaban
ringkasnya adalah seperti yang dinyatakan secara jelas oleh Syaikhul Islam Ibnu
Daqiq al-‘Ied, bahwasanya ia merupakan sesuatu yang memabukkan. Ibnu al-‘Imad
berpendapat lebih jauh dan memandang bahwa ia sebanding dengan ganja (hasyisy).
Para
pengikut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali bersepakat, bahwa buah pala
tersebut merupakan sesuatu yang memabukkan dan sebagaimana disebutkan dalam
kaidah umum: كل مسكر خمر ، وكل خمر حرام
“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.” Adapun
pengikut mazhab Hanafi, mereka memandang bahwa pala ini bisa digolongkan
semacam khamr ataupun seperti narkotika. Dan semuanya bisa menganggu atau
merusak akal, sehingga hukumnya haram {akhir kutipan}. Lihat kitab Az-Zawaajir
‘an Iqtiraab al-Kabaa’ir (1/212) dan Al-Mukhaddiraat oleh Muhammad Abdul
Maqshud (halaman 90).
Dalam
konferensi Lembaga Fiqih Kedokteran (An-Nadwah Al-Fiqhiyyah Al-Thibbiyyah) yang
ke-8 mengenai “Pandangan Islam dalam Beberapa Masalah-masalah Kesehatan” dengan
sub-bahasan “Bahan-bahan yang Haram dan Najis dalam Makanan dan Obat-obatan”
yang di adakan di Kuwait, 22-24 Dzulhijjah 1415H (22-24 Mei 1995), mereka
berpendapat: Bahan-bahan narkotika adalah terlarang (haram) dan tidak
diperbolehkan untuk mengkonsumsinya kecuali untuk tujuan pengobatan tertentu
dimana takaran pemakaiannya berdasarkan ketentuan dokter dan murni tanpa adanya
campuran bahan (kimia) lainnya. Tidaklah mengapa menggunakan buah pala sebagai
penyedap rasa suatu masakan, selama dalam jumlah yang sedikit, dan tidak
memabukkan atau menghilangkan kesadaran akal.
Syaikh
Dr. Wahbah al-Zuhaili berkata, “Tidak terlarang menggunakan sedikit pala sebagai
bumbu penyedap baik pada makanan, kue dan sejenisnya namun menjadi terlarang
(haram) bila banyak jumlahnya, karena akan menjadikan orang tersebut mabuk.
Namun yang lebih selamat adalah pendapat yang melarangnya walaupun dicampur
dengan bahan yang lain dan meskipun jumlahnya sedikit, karena 'setiap yang
memabukkan dalam jumlah yang banyak, maka yang sedikitnya pun haram'.” Islam
Q&A Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid (Diambil dari
http://www.islamqa.com/en/ref/39408) Artikel www.pengusahamuslim.com