Bisnis, Antara Hobi dan Kebutuhan (1)



Sejak kecil saya diperkenalkan dengan usaha rumahan oleh mamah, mulai dari menjahit, sulam benang sampai membuat aneka jajanan. Karena terbiasa jadi biasa, mungkin tepat dialamatkan kepada saya. Sesudah beranjak besar saya suka sekali membuka usaha kecil-kecilan. Ada kebanggaan tersendiri ketika membeli sesuatu dari hasil keringat sendiri.
Ketika duduk di bangku kuliah  mulai menekuni bisnis pakaian. Awalnya karena banyak teman-teman suka dengan jilbab dan gamis yang Saya pakai, kemudian mereka memesan. memulai usaha ini tanpa modal awal alias modal dengkul. Caranya dengan mengambil barang pada teman, kemudian Saya jualkan dengan mendapat komisi. Keuntungannya  dikumpulkan sampai akhirnya punya modal sendiri dan bisa kulakan di pasar. Dengan demikian Saya punya keuntungan lebih banyak.
Setelah usaha pakaian jadi berjalan dengan baik, saya mulai melirik bisnis lain yaitu membuat kerajinan tangan. Saya merasa punya bakat untuk membuat kerajinan tangan karena sejak kecil ikut bantu mamah. Saya mulai membuat boneka dari benang wol dan kain perca. Tanpa dinyana hasil karya saya disukai banyak orang, akhirnya kebanjiran order.
Bisnis yang Saya jalani sempat berhenti total karena Saya menikah dan sibuk mengurus bayi. Hasrat bisnis sebenarnya tetap berkobar, tapi di tempat baru belum menemukan peluang yang menjanjikan.
Sampai pada akhirnya Saya mendapat kesempatan untuk pindah ke negri jiran, Malaysia. Mendampingi suami yang melanjutkan study. Malaysia ibarat kawah candradimuka bagi hidup Saya.  Disinilah merasakan hidup yang sesungguhnya. Saya disodorkan pada kondisi harus benar-benar mandiri tanpa bantuan dari keluarga, termasuk dalam masalah ekonomi.
Otak bisnis Saya mulai jalan, mulai membaca peluang dan mengukur kemampuan. Untuk memulai usaha Saya tidak punya keberanian untuk mengeluarkan modal, karena memang tidak ada juga. Tapi kesempatan itu selalu ada, seorang teman baik menitipkan barangnya untuk dijualkan. Terdiri dari satu dus kecil buku-buku dan satu tas pakaian.
Usaha yang saya rintis ternyata mendapat sambutan yang cukup baik, penjualan pun semakin meningkat.  Walaupun demikian saya menekuni bisnis ini hanya sekedar menyalurkan hoby jadi tidak terlalu ngoyo dalam menjalaninya.
Sampailah badai itu datang, beasiswa suami yang menunjang kehidupan kami selama ini HABIS. Padahal baru semester empat dan belum ada tanda-tanda mau cepat selesai. Waktu itu suami berinisiatif untuk cuti sementara waktu dan pulang ke tanah air. Biaya hidup yang sangat mahal sangat tidak memungkinkan bagi kami untuk bertahan tanpa penghasilan tetap.
Jiwa petualang saya terpanggil, inilah saatnya menghadapi tantangan hidup, tidak ada kata menyerah sebelum bertarung. Saya katakana pada suami “ Kita tidak akan pernah pulang tanpa ijazah di tangan dan gelar Phd diraih “. Suami pun membalas tantangan saya dan tidak jadi pulang.
Bagi saya rezeki itu bukan berasal dari manusia melainkan dari pemilik kehidupan ini. Takala ditutup sumber yang satu Allah janjikan membuka sumber yang lain, asal kita mau ikhtiar dengan kesungguhan.