Sejak kecil
saya diperkenalkan dengan usaha rumahan oleh mamah, mulai dari menjahit, sulam
benang sampai membuat aneka jajanan. Karena terbiasa jadi biasa, mungkin tepat
dialamatkan kepada saya. Sesudah beranjak besar saya suka sekali membuka usaha
kecil-kecilan. Ada kebanggaan tersendiri ketika membeli sesuatu dari hasil
keringat sendiri.
Ketika duduk
di bangku kuliah mulai menekuni bisnis pakaian. Awalnya karena banyak
teman-teman suka dengan jilbab dan gamis yang Saya pakai, kemudian mereka
memesan. memulai usaha ini tanpa modal awal alias modal dengkul. Caranya dengan
mengambil barang pada teman, kemudian Saya jualkan dengan mendapat komisi.
Keuntungannya dikumpulkan sampai akhirnya punya modal sendiri dan bisa
kulakan di pasar. Dengan demikian Saya punya keuntungan lebih banyak.
Setelah
usaha pakaian jadi berjalan dengan baik, saya mulai melirik bisnis lain yaitu
membuat kerajinan tangan. Saya merasa punya bakat untuk membuat kerajinan
tangan karena sejak kecil ikut bantu mamah. Saya mulai membuat boneka dari
benang wol dan kain perca. Tanpa dinyana hasil karya saya disukai banyak orang,
akhirnya kebanjiran order.
Bisnis yang
Saya jalani sempat berhenti total karena Saya menikah dan sibuk mengurus bayi.
Hasrat bisnis sebenarnya tetap berkobar, tapi di tempat baru belum menemukan
peluang yang menjanjikan.
Sampai pada
akhirnya Saya mendapat kesempatan untuk pindah ke negri jiran, Malaysia.
Mendampingi suami yang melanjutkan study. Malaysia ibarat kawah candradimuka
bagi hidup Saya. Disinilah merasakan hidup yang sesungguhnya. Saya
disodorkan pada kondisi harus benar-benar mandiri tanpa bantuan dari keluarga,
termasuk dalam masalah ekonomi.
Otak bisnis
Saya mulai jalan, mulai membaca peluang dan mengukur kemampuan. Untuk memulai
usaha Saya tidak punya keberanian untuk mengeluarkan modal, karena memang tidak
ada juga. Tapi kesempatan itu selalu ada, seorang teman baik menitipkan
barangnya untuk dijualkan. Terdiri dari satu dus kecil buku-buku dan satu tas pakaian.
Usaha yang
saya rintis ternyata mendapat sambutan yang cukup baik, penjualan pun semakin
meningkat. Walaupun demikian saya menekuni bisnis ini hanya sekedar
menyalurkan hoby jadi tidak terlalu ngoyo dalam menjalaninya.
Sampailah
badai itu datang, beasiswa suami yang menunjang kehidupan kami selama ini
HABIS. Padahal baru semester empat dan belum ada tanda-tanda mau cepat selesai.
Waktu itu suami berinisiatif untuk cuti sementara waktu dan pulang ke tanah
air. Biaya hidup yang sangat mahal sangat tidak memungkinkan bagi kami untuk
bertahan tanpa penghasilan tetap.
Jiwa
petualang saya terpanggil, inilah saatnya menghadapi tantangan hidup, tidak ada
kata menyerah sebelum bertarung. Saya katakana pada suami “ Kita tidak akan
pernah pulang tanpa ijazah di tangan dan gelar Phd diraih “. Suami pun membalas
tantangan saya dan tidak jadi pulang.
Bagi saya
rezeki itu bukan berasal dari manusia melainkan dari pemilik kehidupan ini.
Takala ditutup sumber yang satu Allah janjikan membuka sumber yang lain, asal
kita mau ikhtiar dengan kesungguhan.