Hidup
dengan serba kecukupan, tidak kurang sandang dan pangan adalah dambaan setiap
orang. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin hidup miskin dan serba
kekurangan. Salah satu faktor sumber kebahagiaan adalah terpenuhinya kebutuhan
hidup dengan baik. Sebagaimana hadis
yang disampaikan oleh Rasulullah saw.,
“Termasuk kebahagiaan seseorang adalah
memiliki tetangga yang baik, kendaraan yang menyenangkan dan tempat tinggal
yang luas.” (HR
Ahmad)
Namun sayang, tidak semua orang yang hidup di hamparan bumi ini, memiliki
harta yang berlimpah. Banyak di antaranya yang hidup dalam kubangan kemiskinan.
Jangankan memiliki rumah yang luas dan kendaraan yang menyenangkan seperti
hadis di atas, untuk membeli makanan saja terasa sangat sulit. Tidak sedikit
yang harus mengais rezeki di antara tumpukan sampah, hidup menggelandang dari
jalan ke jalan. Di negeri kita tercinta, tingkat kemiskinan masih sangat tinggi.
Biro
Pusat Statistik mencatat angka kemiskinan di Indonesia sebesar 12,36 persen
pada September 2011 atau sekitar 29,89 juta penduduk. Sementara angka
pengangguran pada Agustus 2011 tercatat 6,56 persen dari populasi atau sebanyak
7,7 juta orang. ( Tips Mendapatkan Jutaan Rupiah dari Sosmed )
Saya
pernah berkenalan dengan sebuah keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi. Si
bapak sebagai kepala keluarga, sehari-hari bekerja sebagai buruh angkut di
pasar. Sesekali beliau bekerja sebagai buruh bangunan. Penghasilannya tidak
bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Sang istri pun tidak tinggal diam, ia
menyingsingkan lengan baju, membantu sang suami. Di samping mengurus
anak-anaknya, ia bekerja serabutan. Mulai dari menjadi buruh tani, pembantu
rumah tangga, memijat sampai menjadi buruh cuci. ( Pengusaha Tampan Ini Sukses Gara-Gara Lele )
Walaupun keduanya sudah banting tulang mencari
nafkah, namun kemiskinan tetap menjerat mereka. Sampai suatu kali sang istri
nekad pergi ke negeri jiran Malaysia sebagai TKI. Kehidupan mereka agak
membaik. Anak-anaknya bisa melanjutkan sekolah sampai SMP. Ketika masa kontrak
habis, sang istri pun pulang dan kesulitan ekonomi segera menghampirinya.
Penghasilan sebagai TKI selama tiga tahun ludes tak bersisa, dipakai untuk
membayar hutang dan menutupi keperluan sehari-hari. Sang istri pun kembali ke
negeri jiran, untuk kembali mencari peruntungan. Namun kondisi mereka tetap tak
berubah, seolah jerat kemiskinan setia memeluk keluarga ini. ( Restoran Nusantara Merajai Kuliner Malaysia )
Sejarah
menuliskan jejak yang hampir serupa dengan kisah di atas. Pada masa Rasulullah
saw. ada seorang sahabat yang mengalami kesulitan ekonomi. Hutangnya sangat
banyak dan usahanya juga seret. Rasulullah berempati kepadanya.
Dari Abu Sa’id
Al-Kudri ra. berkata, Suatu hari Rasulullah saw. masuk masjid, tiba-tiba
bertanya “Mengapa kamu duduk-duduk di
masjid di luar waktu sholat?” Abu Umamah ra menjawab, “Karena kegalauan yang melanda hatiku dan hutang-hutangku, wahai
Rasulullah.” Rasulullah saw. bersabda,”Bukankah
aku telah mengajarimu beberapa bacaan, bila kau baca niscaya Allah akan
menghilangkan rasa galau dari dirimu dan melunasi hutang-hutangmu.”
Kemudian
Rasulullah saw. membacakan doa,
“Ya
Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah, dan aku
berlindung pada-Mu dari kelemahan dan kemalasan; dan aku berlindung pada-Mu
dari sifat pengecut dan kikir; dan aku berlindung pada-Mu dari dilingkupi hutang
dan dominasi manusia.”
Dikisahkan,
Abu Umamah mengikuti saran Rasulullah saw., setiap hari mengamalkan doa
tersebut dan terus berikhtiar. Tidak berapa lama, Abu Umamah bisa melunasi
semua hutang-hutangnya. Bahkan Abu Umamah menjadi seorang yang raya kaya. ( Bisnis Maia Estianty Kian Bersinar )
Dari
kisah Abu Umamah tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa doa bisa
menjadi solusi dalam mengatasi kemiskinan. Meminta rezeki kepada Allah SWT.
bukanlah suatu hal yang dilarang. Sebaliknya, sangat disarankan, para nabi dan
rasul pun mencontohkan. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika
beliau mengikuti perintah Allah SWT. untuk meninggalkan istri dan anaknya di
padang yang tandus. Walaupun nabi Ibrahim a.s. sangat yakin Allah SWT. tidak
akan mengabaikan mereka. Nabi Ibrahim tetap memohon perlindungan dan rezeki
untuk anak dan istrinya. Sebagaimana tercantum dalam surat Ibrahim ayat 37,
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar
mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur.”
Rezeki harus diraih dengan usaha nyata,
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk berpangku tangan menunggu datangnya
rezeki. Bagi siapa saja yang berusaha untuk mendapatkan rezekinya, maka
terhitung sebagai ibadah di sisi Allah. Pahalanya setara dengan jihad di jalan
Allah.
Abu
Hanifah meriwayatkan dalam kitab
Musnad-nya, dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa di antara kamu meninggal dalam
kesedihan (karena bekerja keras dalam mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya), baginya di sisi Allah balasan yang jauh lebih baik dari seribu
pukulan pedang dalam perang di jalan Allah.”
Jika
usaha sudah dilakukan maka iringilah dengan doa. Karena wilayah kita ada pada
ikhtiar dan meminta, bukan memberi. Sekeras apa pun usaha yang dilakukan,
apabila Allah SWT. belum berkenan memberikan rezeki, maka rezeki akan sulit
didapat.
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira
dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang
sedikit) disbanding kehidupan akhirat.”
Doa dipanjatkan mengiringi ikhtiar yang dilakukan, sehingga
segala usaha membuahkan hasil. Rezeki yang berkah akan diperoleh. Satu hal yang
harus digaris bawahi, melakukan keduanya adalah ibadah dan sangat dicintai Allah
dan Rasul-Nya. Sehingga mendatangkan pahala untuk bekal hidup di akhirat kelak.